"Kita harapkan ke depan lebih diorientasikan untuk pengurangan kendaraan bermotor, ruang terbuka untuk olahraga, kesenian, budaya dan pemulihan kualitas udara di spot CFD," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin.
Ahmad menyampaikan hal ini dalam acara 'Evaluasi 13 Tahun Car Free Day Jakarta' di Sarinah, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (15/4/2015). "Lalu harus tercipta suasana kondusif untuk human interaction yang harus netral dari unsur SARA, politik dan bisnis," ujar Ahmad.
"Kita berharap car free day kembali ke roh awal dan menjadi semangat tujuan awalnya. SK Mendagri saja sudah keluar agar tiap kota melaksanakan car free day," tambahnya.
Ahmad pun berkisah 13 tahun lalu saat komunitasnya berupaya mewujudkan car free day di Jl Jenderal Soedirman-Jl MH Thamrin. Saat itu belum ada bantuan dari pihak kepolisian untuk menutup jalan, dan belum ada dukungan dari Pemprov DKI sebagai fasilitator.
"Kita pernah diludahi pengendara, banyak yang menerobos, itu di tahun 2002," ucap Ahmad.
Kemudian ia menambahkan, komunitasnya terus melakukan upaya dengan bertemu pemerintah pusat, lalu diarahkan ke pemprov DKI. Latar belakangnya untuk menonjolkan pengembangan karakter masyarakat perkotaan
"Masyarakat kota cenderung pakai kendaraan bermotor, kadang ke warung yang jaraknya 50 meter saja pakai motor. Ada juga yang pakai mobil, padahal harus mengeluarkan dulu dari garasi. Macet jadinya di mana-amana," kata Ahmad.
Car free day di Jakarta itu pun berhasil dilakukan dengan penutupan jalan dari kepolisian saat Djoko Susilo masih menjabat sebagai Dirlantas Polda Metro Jaya. Kegiatannya adalah ruang terbuka untuk masyarakat yang ingin berolahraga.
"Pertama kali car free day itu di Belanda pada tahun 1956. Lalu car free day di Indonesia pertama kali dilakukan di kompleks UI pada tahun 1991 sampai 1992. Lalu car free day di Jakarta dan Surabaya pada tahun 2001," ujar Ahmad.
"Tapi awalnya di Jakarta sangat sulit, kemudian kita dapat peluang bagus dari Ditlantas Polda Metro Jaya, waktu itu Kombes Djoko Susilo yang memerintahkan penutupan jalan," tambahnya.
Sejak 2002 hingga 2005, car free day masih dilaksanakan mandiri oleh kelompok masyarakat dan komunitas. Barulah pada tahun 2007, pemprov DKI membuat Perda tentang pelaksanaan hari bebas kendaraan bermotor sehingga car free day mendapatkan dukungan dari pemprov DKI, tak hanya kegiatan tapi juga pendanaan.
"Tahun 2007 itu car free day 12 jam tapi sebulan sekali, lalu turun jadi 8 jam, kemudian 6 jam dan sekarang 5 jam. Tapi frekuensi pelaksanaannya meningkat jadi setiap minggu," ucap Ahmad.
Dari pelaksanaan selama 13 tahun tersebut, car free day dianggap mampu mengurangi kadar polusi di Ibu Kota. Pada tahun 2001 lalu, WHO mencatat Jakarta sebagai kota nomor 3 yang paling berpolusi di dunia. Tapi kini Indonesia jauh tertinggal sebagai kota paling berpolusi.
"Pada tahun 2010, warga Jakarta sedikitnya membayar sebanyak Rp 38,5 triliun untuk biaya kesehatan terkait polusi udara. Ini karena peningkatan populasi kendaraan bermotor di Jakarta akhir-akhir ini," ucap Ahmad.
Ahmad mengharapkan pemprov DKI turut mendukung car free day dalam bentuk infrastruktur seperti jalur sepeda, trotoar yang nyaman dan dilakukan secara simultan. Sehingga, menurut Ahmad, roh car free day yakni membangun karakter tak luntur dimakan waktu.
"Tanpa membangun infrastruktur maka dapat dikatakan akan jadi kesia-siaan, hanya berhenti di hura-hura Minggu pagi. Karena masyarakat tidak bisa dipaksa jalan kaki jika trotoar tidak nyaman, aman dan teduh dengan adanya pepohonan," ujar Ahmad.