Thursday, 16 April 2015 08:04

Press Conference Evaluasi CFD Jakarta

KPBB

Press Conference  Evaluasi CFD Jakarta

"Kembalikan Car Free Day kepada Ruhnya"

Rabu, 15 April 2015  KPBB / CFD Indonesia mengelar konferensi Pers terkait penyelenggaraan CFD di Jakarta

Artikel Pers conference 15 April 2015;

Hari Bebas Kendaraan Bermotor
Urban Green Life-style Character Building vs Motorized Mobility

  • Pemulihan Kualitas Udara
  • Pengendalian Kemacetan Lalu Lintas

Pencemaran udara menjadi salah satu permasalahan krusial di berbagai kota besar di Indonesia, selain kemacetan yang semakin mendera akibat dominasi kendaraan pribadi.

Umumnya kota-kota besar hanya memiliki kualitas udara baik kurang dari 3 (tiga) bulan dalam setahunnya.

Bahkan Bandung, Semarang dan Medan memiliki kualitas udara baik kurang dari 20 hari setahunnya. Idealnya, sebuah kota memiliki kualitas udara baik 365 hari setahunnya. Demikian halnya kemacetan lalu lintas, telah menyebabkan kerugian sosial akibat pemborosan bahan bakar, pencemaran udara, hilangnya waktu produktif, terjangkitnya warga kota atas sakit/penyakit akibat pencemaran udara. Kerugian sosial ini mencapai angka yang dramatis di Jakarta misalnya mencapai Rp 5 Triliun/tahun, sementara Bandung mencapai Rp 800 Miliar/tahun. Dus data biaya pengobatan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di DKI Jakarta mencapai  Rp 38,5 T (2010[1]). Akibat kemacetan,  kecepatan lalu lintas di Jakarta  misalnya menjadi di bawah 15 KM per jam (2014), jauh dari ideal 50 KM per jam.

Untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak pencemaran udara,  segera menerapkan program

peningkatan kualitas udara secara konsisten dan berkelanjutan, mengingat dampak pencemaran udara adalah fatal. Dampak ini dapat berupa gejala pusing - pusing, mual, ISPA, astma, tekanan darah tinggi, hingga pada penyakit dalam seperti gangguan fungsi ginjal,  kerusakan pada sistem syaraf, penurunan kemampuan intelektual (IQ) anak-anak, kebrutalan pada remaja, keguguran, impotensi, jantung koroner, kanker dan kematian dini. Tentu saja, sebagaimana disinggung di atas, bahwa pencemaran udara juga berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi dengan munculnya beban social (social cost) dan biaya kesehatan (health cost).

Dalam rangka peningkatan kualitas udara, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta membuat kebijakan dan regulasi yang kemudian ditetapkan sebagai PERDA No 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Perda ini mengatur antara lain tentang perlunya penggunaan bahan bakar atau energy bersih, adopsi teknologi (industry dan kendaraan bermotor) yang rendah emisi, pengelolaan lalu lintas dan transportasi perkotaan, pengaturan standar emisi dan penegakkan hukum yang konsiten dan terus menerus.

Dalam kerangka pengelolaan lalu lintas dan transportasi perkotaan, Provisinsi DKI Jakarta mengembangkan program peningkatan kualitas udara, di mana di dalamnya mencakup upaya membangun gerakan untuk mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor, dan sejalan dengan upaya untuk menyelesaikan permasalahan kemacetan lalu lintas. Gerakan ini kemudian dikenal sebagai Car Free Day atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Perda No 2/2005 sebagai disampaikan sebelumnya,  sebagai upaya pemulihan kualitas udara di suatu kawasan.

Adapun pesan yang ingin disampaikan dalam pelaksanaan HBKB adalah bahwa HBKB merupakan salah satu cara men-trigger peningkatan kualitas udara melalui penurunan ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Tujuan jangka panjangnya adalah terbangunnya karakter masyarakat perkotaan dalam melakukan mobilitas, di mana masyarakat diharapkan dapat proporsional dalam menggunakan kendaraan bermotor atau dengan kata lain masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan bermotor dalam mobilitas atau perjalanan mereka sehari-hari – baik ke sekolah, bekerja, belanja,  atau bersantai ketempat-tempat  hiburan/wisata – dengan cara-cara:

  • Berjalan kaki. (untuk menempuh jarak pendek 1 - 3 km),
  • Penggunaan Non Motorized Transport (kendaraan tidak bermotor seperti, sepeda dll untuk menempuh jarak menengah 3 - 7 km),
  • Penggunaan angkutan umum masal (untuk menempuh jarak jauh).

Adalah tepat untuk terus menerapkan pelaksanaan HBKB di seluruh wilayah kota secara terus menerus. Selain dalam rangka amanat Perda, fakta di atas juga menunjukkan bahwa pelaksanaan HBKB sangat signifikan dalam menurunkan pencemaran udara di suatu kawasan, di mana pengalaman di DKI Jakarta bahwa pelaksanaan HBKB mampu menurunkan berbagai parameter pencemaran udara antara 35 – 65%. Angka yang sangat significant. Apabila pelaksanaan ini diselenggarakan secara sistematis dan terencana sehingga dalam suatu waktu seluruh kawasan kota dapat terjangkau oleh pelaksanaan HBKB, tentu efektivitas HBKB akan semakin dirasakan oleh seluruh warga kota.

Selain itu, tujuan utama HBKB adalah terwujudnya kesadaraan untuk mengurangi ketergantungan warga kota terhadap kendaraan bermotor dengan cara pemanfaatan sarana Non Motorized Transport (berjalan kaki, berspeda, dll) dan pemanfaatan kendaraan Angkutan Umum Masal untuk jarak yang tidak mungkin ditempuh dengan transportasi tidak bermotor. Apabila warga kota berpartisipasi untuk meninggalkan atau setidak-tidaknya mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke moda transportasi berjalan kaki, bersepeda atau angkutan umum masal, tentu selain mampu menurunkan tingkat kemacetan secara significant, juga akan meningkatkan kualitas udara, sehingga udara kota semakin segar.

Hal yang juga menggembirakan, bahwa HBKB adalah fakta terbangunnya partisipasi dan kerjasama multi stakeholder yang awalnya diinisiasi oleh kelompok masyarakat (LSM) pada tahun 2001/2002. Inisiatif kelompok masyarakat ini kemudian diakomodasikan di dalam PERDA No 2/2005 sebagai saya sebutkan di atas. Dan dalam waktu dekat, saya akan keluarkan SOP atau semacam JUKLAK HBKB, sehingga pelaksanaan HBK ke depan akan jauh lebih baik dan bisa lebih dinikmati oleh seluruh warga kota dan pengunjung.

Di dalam perjalanan selanjutnya pelaksanaan HBKB tetap merupakan kerja bareng yang melibatkan Pemerintah, Kepolisian, LSM, Kelompok Masyarakat hingga dunia usaha. Itulah esensi pelaksanaan kebijakan di sebuah negara demokrasi di mana keterlibatan antara 3 (tiga) pilar demokrasi – Pemerintah, Masyarakat Sipil dan Sektor Swasta – dapat berjalan proporsional dan berimbang.   Kegiatan HBKB yang dilakukan dengan penutupan ruas jalan tertentu bagi kendaraan pribadi, sepeda motor dan angkutan umum bukan rute tetap, dan mengundang masyarakat luas untuk hadir dalam city gathering (temu kota) dengan kegiatan-kegiatan fun bike, jalan santai, aerobic, senam jantung sehat, futsal, lomba-lomba, bazaar, hiburan, penyuluhan pengelolaan lingkungan hidup, parade seni, dll; telah menciptakan sebuah ruang terbuka di mana antara warga kota bisa bertegur sapa (human interaction), bersosialisasi sehingga menjadikan sebuah kota lebih bervisi sosial dan tidak individualistik.

Green --environmental friendly-- life-style dengan mengurangi ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi adalah prasyarat diterapkannya kebijakan Transport Demand Management di mana layanan mobilitas warga diberikan dalam bentuk fasilitasi mobilitas secara proporsional dengan angkutan Umum masal, jalur sepeda dan fasilitas pejalan kaki.  Untuk itulah, keharusan pula bagi PEMDA DKI Jakarta agar mengembangkan infrastruktur dan sarana angkutan Umum masal, jalur sepeda dan fasilitas pejalan kaki seiring dengan tumbuhnya green life-style --mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor-- yang telah digaungkan melalui Car Free Day. Tanpa fasilitasi dengan membangun infrastruktur dan sarana tersebut, maka gaung Car Free Day akan sia-sia dan berhenti pada ceremonial of Car Free Day belaka.

Kedepan, pelaksanaan Car Free Day harus hanya digunakan pada:

  1. Penyampaian pesan pengurangan ketergantungan penggunaan kendaraan bermotor
  2. Public space, ruang terbuka untuk bersosialisasi, bertegur sapa, olah raga, rekreasi (olah raga rekreasi), dll
  3. Pemulihan kualitas udara di spot tempat penyelenggaraan CFD.

Untuk itu, harus diciptakan suasana kondusif untuk human interaction dan netral dari unsur SARA dan steril dari kepentingan politik dan bisnis baik dalam bentuk kampanye,  pengerahan masa, promosi pribadi seseorang, promosi produk yang berlebihan, dll. Prasyarat ini harus dihormati oleh seluruh unsur Negara baik masyarakat pengunjung, pejabat, aparat pemerintah dan penegak hukum dan ketertiban (Dishub, BPLHD, Dirlantas POLDA Metro Jaya, Satpol PP), PKL[2]serta peserta  CFD.


[1] Cost Benefit Analysis Fuel Economy Initiative in Indonesia, US-EPA, UNEP, Kementerian Lingkungan Hidup, KPBB, 2012.

[2]PKL harus dilokalisir dan dengan peraturan ketat: lokasi, tata tertib, sanksi.

Informasi

Siaran Pers

Kabar Berita