Thursday, 16 April 2015 09:50

13 Tahun Car Free Day DKI Salah Kaprah

Tekan Pencemaran Udara, CFD Bukan Pasar Rakyat

13 Tahun Car Free Day DKI Salah Kaprah

 

indopos.co.id – Tiga belas tahun Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) yang nge-trend disebut Car Free Day (CFD) bergulir, masih banyak pembenahan yang perlu dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. 

Selain penambahan intensitas waktu pelaksanaan, penting bagi pemerintah mensterilikan kawasan CFD dari partisipan yang sekedar mencari profit atau keuntungan.

Berbagai elemen mengklaim CFD itu bukan tempat bagi mereka untuk berpromosi, menggelar event, mendirikan tenda-tenda dagangan dan parkir liar kendaraan. Tapi untuk berolah raga, memperbaiki kualitas udara, dan berinteraksi, serta mensosialisasikan hidup bersih dan menekan penggunaan kendaraan bermotor.

Jika Pemprov DKI tidak lagi konsisten terhadap payung hukum penyelenggaraan CFD yakni Peraturan Daerah (Perda) No. 2/2005, bukan tidak mungkin gelaran CFD yang berlangsung sejak 2002 itu kedepannya bakal tutup usia. Hal itu lantaran CFD yang tak lagi konsisten bertujuan menjaga peningkatan kualitas udara di ibu kota. 

Dewasa ini, di setiap pekan gelaran CFD, Jalan Sudirman-Thamrin sampai Bundaran Hotel Indonesia (HI) mampu menyedot hingga 45.000 pengunjung. Termasuk di dalamnya pedagang kaki lima yang bercampur aduk dengan masyarakat Jakarta yang mengidamkan berolah raga, bebas macet dan menghirup udara bersih meski hanya 5 jam sepekan, mulai pukul 06.00-11.00. 

Program Advisor Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Karya Ersada mengatakan, penyelenggaraan CFD saat ini sudah salah kaprah. Tujuan awal CFD ini bukan event atau bukan Pasar Tumpah, tapi untuk menjaga perbaikan kualitas udara. Ajang CFD yang ada saat ini sudah salah kaprah, dianggap sebagai ajang keramaian. Bahkan, menurut dia, gelaran CFD itu bila perlu tidak ada orang. 

"Bagaimana kita perbaiki udara sementara di belakang Jalan Thamrin itu banyak pedagang, parkir sembarangan. Pencemaran udara yang ada saat ini harus segera ditindaklanjuti, sudah melewati ambang batas baku mutu," ungkap Karya saat menggelar dialog evaluasi 13 tahun penyelenggaraan CFD di Gedung Sarinah, Jakarta, Rabu (15/4).

Berdasarkan data Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), pemantauan parameter SO2, NO2, THC, debu (PM-10) dengan penghitungan unsur meteorologi temperatur, kelembabab, arah angin dominan, kondisi cuaca di lokasi HBKB sepanjang 2013 mengalami penurunan drastis antara hari biasa dengan saat penyelenggaraan CFD. 

Kadar PM10 (debu-ppm) di hari biasa itu mencapai 79,31 sementara saat CFD mengalami 20 persen penurunan menjadi 65,93. Sedangkan untuk kadar CO (carbon monoksida) dari 3,45 ppm di hari biasa menurun 165 persen menjadi 1,3 ppm saat CFD. Lalu, kadar NO (nitrogen monoksida) dari 53,227 ppm menurun 284 persen menjadi 13,86 ppm.

Menurut Karya, upaya mengembalikan kualitas udara Jakarta selama 13 tahun ini terkesan sia-sia, jika berbagai pihak terkait baik Pemprov DKI bersama satuan kerjanya saling menunggu untuk mengembalikan esensi CFD. Bahkan, kata dia, semestinya durasi CFD itu perlu ditambah dari 5 jam menjadi satu hari penuh atau 24 jam. 

Sebab, penghitungan kadar pencemaran udara itu tidak bisa dari 1 atau lima jam pemantauan. Akan lebih akurat jika dilakukan mulai dari pagi, siang, sore sampai malam hari. "Untuk itu Pemprov DKI harus menyediakan sarana publik yang memadai. Tujuan utama CFD ini juga kan mewujudkan kesadaran masyarakat yang ketergantungan menggunakan kendaraan bermotor ," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Karya, kedepannya ada tiga poin yang yang harus segera dievaluasi Pemprov terkait keberlangsungan CFD. Yakni, area CFD hanya digunakan penyampaian pesan pengurangan ketergantungan penggunaan kendaraaan bermotor. Lalu, ketersediaan public space atau ruang terbuka untuk bersosialisasi, bertegur sapa, olah raga, dan rekreasi. Terakhir, pemulihan kualitas udara di lokasi CFD. "Kedepannya pelaksanaan CFD ini merupakan kerja bareng pemerintah daerah yang melibatkan kepolisian, LSM, kelompok masyarakat hingga dunia usaha," kata dia.

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Pembinaan dan Penyuluhan LLAJ Dinas Perhubungan DKI, Yayat Sudrajat pun mengakui masalah yang muncul dari ajang CFD ini memancing banyak kalangan masyarakat untuk berekspresi dan menyampaikan aspirasi.

Menurut dia, mulai Maret 2015 itu menjadi keputusan bersama panitia Pemprov yang tidak menerima lagi segala bentuk kegiatan profit di lokasi CFD. Mulai 5 April 2015, keputusan itu menyatakan kalau lokasi CFD itu hanya lintasan olahraga saja, untuk menjaga pemulihan kualitas udara. 

Upaya penataan yang diketahui Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama itu juga menetapkan larangan bagi PKL di lokasi CFD. Menurut dia, kesemerawutan yang terjadi ini karena banyak sekali masyarakat yang memanfaatkan. Jadi, meskipun sudah ditata, PKL itu menyebar di luar lokasi. 

Mulai patung Sudirman hingga ke Setiabudi itu banyak sekali yang berdagang. Sebagai panitia penyelenggara, Yayat pun mengakui, di satu sisi pemerintah berhasil dalam mendorong kuantitas masyarakat berolahraga. Tapi, sisi negatif yang muncul berubah fungsinya CFD menjadi pasar rakyat. 

"Kedepan untuk menata PKL ini, kita libatkan Dinas UMKM. Kantong-kantong parkir juga bakal kita tambah, kita kerjasama dengan gedung-gedung perkantoran untuk mensosialisasikan hal ini termasuk juga menempatkan PKL,"katanya.

Yayat pun tak menepis, diantara puluhan ribu pengunjung tak sedikit yang memanfaatkan CFD untuk menyampaikan aspirasi politik mereka. Kendati, secara etika kegiatan politik tersebut jelas bertentangan dengan tujuan CFD 

"Saya tekankan, ajang  ini bukan untuk beraspirasi tapi bersosialisasi dan berolahraga. Betul, kita tidak memberikan mereka batasan untuk menyampaikan aspirasi politik mereka, tapi jangan di CFD, bukan untuk itu," ungkapnya.

Lebih jauh Yayat menegaskan, kampanye politik seperti SaveKPK atau SaveAhok, SavePolri dan sebagainya itu jelas tidak diizinkan. Sebab, sudah tidak sesuai dengan tujuan CFD. Informasi larangan itu sudah dikabarkan, tapi kenyataannya sangat sulit diterapkan. 

"Kedepan, kalau terkait unsur politik ini bukan tupoksi dishub untuk melaukukan penertiban, tapi ada peran serta SKPD lain secara efektif berperan aktif di CFD ini salah satunya Kesbangpol terkait aspirasi politik ini,"

Sumber ;

http://www.indopos.co.id/2015/04/13-tahun-car-free-day-dki-salah-kaprah.html

Informasi

Siaran Pers

Kabar Berita